Tante Sun

Tante Sun
Begitulah gue menyebutnya saat pertama bertatapan dengannya. 2 anak dia punya, tapi tubuhnya yang seksi membuat orang tak akan percaya pada statusnya.

Yaps,
Bahkan aku juga tak percaya bakalan tertarik pada nie orang. Perawakannya kecil dan punya bibir yang menggoda. Membuat libido gue meninggi ampe ambang overheat. Hufh, dasar gue yang masih jomblo, tanpa fikir panjang berinisiatif tuk mengetahui seluk beluk nie tante.
Kala itu gue sering maen ke temen gue yang rumahnya dua puluh lima langkah dari tante. Disitulah kisah ini berawal...

"Lihat tu, Pul.. udah punya 2 anak tapi masih so seksi. So hot..." gumam gue ke Ipul yang kebeneran duduk di depan rumah temen gue, Arip.

"Iya tuh... apa ya rahasianya" timpal Ipul sambil melongo.

Gue hanya bisa menggelengkan kepala seraya berangan yang enggak-enggak.

...

Beberapa hari berselang, gue makin beringas buat ngedeketin Tante Sun. Tanpa fikir panjang, gue memotret dia dan dia tersadar karena lampu flash gue. Gue tahu dia tahu. Dan dia juga sadar gue goda. Tapi ya begitulah, namanya manusia secara naluri seneng digoda lawan jenis. Dan gue, hahahah... Gue tipikal orang yang menikmati apa aja yang di depan mata. Hohoho.

...

Setelah melalui proses pendekatan yang sederhana, gue berhasil memikat perhatiannya. Dan, gue sering banget main ke rumah Reni, temen lama yang udah punya satu anak. Reni masih saudara dengan Tante Sun. Rumahnya berhadapan, dan gue makin akrab dengan Azriel, buah hati Reni. Oh ya, saya ini tipikal orang yang suka sama anak-anak. Jadi, gue bisa dengan cepat akrab dengan Azriel.

Dan setelah beberapa minggu mencuri perhatian Tante, gue membuat janji untuk bertemu di luar kampung. Dalam hati, gue juga malu kalau ngedate dengan Tante dengan sepengetahuan orang kampung.

Meski gue orang yang nggak tahu malu, tapi untuk kali ini gue merasa agak malu berhubungan dengan Tante. Ah, selisih umur kami sebenernya nggak jauh-jauh banget. Hanya 9 tahun.

Tapi status janda beranak dua, membuat dia sedkit menundukkan muka.

Hidup kadang tak adil

Itulah yang selalu Tante Sun curhatkan. Dalam hati, dia juga menginginkan hidup seperti wanita sebayanya. Punya keluarga yang utuh, ada suami yang menemani setiap harinya, main bersama anak dan masak di rumah sendiri.
Kadang gue juga trenyuh mendengar cerita darinya.

Hufh...
Setelah saling mengenal, tak jarang kita bersua di rumah Reni. Di saat orang-orang sibuk dengan pekerjaan, kami membuat janji untuk berduaan. Itu adalah waktu yang sangat indah bagi gue. Kami saling bergumam tentang masa depan yang indah. Tentang hari yang cerah. Tentang kebersamaan yang bakal bertahan sampai aki-aki dan nini-nini.

Di sela kebersamaan kami, dia mulai merasa risih dengan posisinya di keluarga.

Dia punya dua anak, sedangkan penghasilan tak punya. Orangtuanya mulai berani menundung dia untuk segera mencari kerja. Di saat itulah, gue langsung terkena serangan galau tingkat puting beliung. Dia memberi dua pilihan buat gue, menikahinya atau dia akan mencari kerja di Jakarta.

Dasar gue yang masih bisa dibilang lelaki plin-plan.

Gue nggak memutuskan satu pun pilihan darinya. Gue memilih diam di pojokan kamar sambil memeluk beling. Apa jadinya gue kalau ditinggal ama dia?! Hari-hari gue bakal sepi. Dan sabun di kamar mandi gue bakal cepet habis. Disisi lain, gue nggak berani bilang ke Ibu buat ngelamarin dia. Dalam hati terdalam, gue juga belum mau nikah. Mungkin dari awal gue hanya tertarik sama bodi-nya. Bukan tertarik buat menikahinya. Coba kalau disuruh ngelamar Yuki Kato... Kagak bakalan nge-galau di pojokan kamar kayak ayam kalkun bertelor gini.

Karena tahu gue plin-planers sejati, dia memutuskan untuk berangkat ke Jakarta untuk menafkahi anaknya yang masih kecil dan butuh susu. Kedua anaknya ditinggal di kampung.

Beberapa bulan setelah dia di Jakarta, hubungan gue masih baik-baik saja. Kami masih sering telfonan. Tapi lama kalamaan, rasa ini pudar karena tak adanya sentuhan darinya. Yaps, gue dirundung kebosanan dengan LDR seperti ini. Dengan alasan yang nggak jelas, gue pun memutuskan hubungan dengan dia. Hubungan kami pun berakhir seumur padi.

Tante...

Maafin aku.

Comments