Gadis Kacamata 3

Sesampainya di depan Komplek Mutiara, kubaca rangkaian huruf yang tertera di atas bangunan kokoh seperti sebuah sambutan selamat datang. Yaps, bener ini dia. Belum lama memuji diri sendiri karena nggak nyasar, aku menemukan sebuah pemandangan yang sepertinya membuat aku merasakan "de javu".

Bukan pemandangan alam, tapi pemandangan manusiawi dengan rambut terurai dan kacamata tebal minus 3. Dia sedikit melambaikan tangan seolah memberi tanda "aku disini"...

Kelegaanku memenuhi rongga otak yang sebelumnya kosong. Santi sungguh gadis baik, tepat janji dan sambil membawa serentetan kantong plastik yang tak ramah lingkungan itu, dia menyapa dan segera mengajakku ke kontrakannya.

Ish, meski ini pertemuan kedua kami, tapi aku dan Santi sudah biasa soal ngobrol. Tapi masih canggung soal situasi. Apalagi pas lewat depan toko deket kost, yang bisa disebut sebagai ibu-kota kost-an situ, Santi berjalan biasa hanya memandang ke bawah dan tak mengindahkan aku. Seolah, nggak mau didakwa macam-macam oleh penghuni kontrakan lain yang lagi main gaple.

Sesampainya di kontrakan, gue merasa nyaman banget.

"Nih, minum dulu. Udah adzan tuh" kata dan nada Santi seperti ibu ke anak.

Aku segera menuruti apa yang dikatakan, seperti kebo yang dicocok hidungnya. Kami mulai berbuka setelah seharian puasa.

Bersambung...

Comments