Gadisku Yang Hilang (IIS)

Cerita Basi Gue

Iis, adalah salah satu gadis yang pernah singgah di kehidupanku. Perawakannya sederhana, punya raut muka yang imut, dan cenderung pendek. Gue enggak tega mencantumkan tinggi dia dalam skala meter. 1.5 kotor lah..

Perkenalan kami berawal dari seorang temen. Teman dari kecil gue. Juga pendek kayak Iis. Makanya dia yakin saya bakal suka sama selera dia yang pendek. Sebut saja Bendil. Nama temen gue yang pendek tadi. Karena Bendil dalam bahasa jawa berarti kerdil atau kecil.

Bendil amat usil di masa kecilnya. Hobi main tanah dan dibentuk jadi berbagai macam miniatur. Mulai dari Ultraman, Battleborg, sampai miniatur Tape-recorder.

Gue paling suka kalau membuat miniatur Tape-recorder. Tapi gue enggak bisa sesempurna Bendil. Tuh anak jago banget kalau masalah mainan. Tapi tingkahnya yang usil dan waktu kecil dulu suka ngutil, maka tak jarang para orangtua menghalau anaknya agar tidak bermain dengan Bendil.

Dia seperti magnet bagi anak lain.

Walau sudah diperingatkan agar tidak mainan sama Bendil, aku dan temen lain tetep saja balik lagi ke dia kalau main di luar rumah. Begitulah namanya anak-anak. Enggak lengkap kalau tidak membangkang orangtua.

Tak jarang gue terhipnotis oleh ide-ide permainan ciptaannya yang cemerlang. Salah satu yang paling gue inget adalah tentang Putra Alam.

Kami berimajinasi bahwa kami titisan Putra alam. Yang akan membasmi bisikan jahat entah berwujud entah tidak. Salah satu kasus penyingkiran hawa jahat adalah, kucing modol sembarangan didepan rumah orang. Dan kita tempatkan kucing tadi ke tempat layak agar kotorannya ngga membawa hawa jahat dan bau busuk di depan rumah.

Inilah susunan Putra Alam yang dibentuk oleh Bendil, dan kami menyebut diri kami :

Tujuh Putra Alam

Bendil : Putra Matahari
Dalam perguruan silat bisa disebut Ketua. Dalam perusahaan bisa dikatakan Manajer.
Keahlian : Mengkoordinasi Ketujuh Putra Alam dan bisa mengeluarkan jurus Matahari dari telapak tangannya. Paling kuat diantara ketujuh putra lainnya tapi juga paling pendek.

Gue : Putra Salju
Paling dingin (cool) dan paling pendiam. Saking pendiamnya, pernah mencret di kelas karena enggak berani izin sama guru saat kelas 2.
Keahlian : Mampu membekukan berbagai benda. Hanya kalah sama kekuatan matahari milik Putra Matahari. Jadi gue ngerasa kayak frezer.

Hary : Putra Angin
Sedikit lebih muda dari gue. Jadi masih kalah sama gue. Karena angin masih bisa gue bekukan.
Keahlian : Jurus angin yang bisa memporak-porandakan musuh. Karena saking giatnya belajar jurus angin, si Hary sering masuk angin dan paling sering kerokan.

Suceng : Putra Batu
Sesuai namanya, keras dan punya badan paling kaku. Tak sedikit pohon pisang ambruk saat dia sedang latihan.
Keahlian : Saat mengeluarkan jurus batu, tubuhnya kaku dan mampu mematahkan ranting pohon ketela.

Pethox : Putra Air
Dia yang paling punya emosi tinggi. Air mudah berubah bentuk sesuai suhu. Dia yang paling bisa berubah-ubah.
Keahlian : Saat mengeluarkan jurus air, mampu menenggelamkan kapal Columbus, Kapal yang biasa dijual di komedi putar.

Kin : Putra Tanah
Disini dia yang mengetahui darimana datangnya musuh. Karena dia terhubung dengan tanah di bumi.
Keahlian : Mampu menimbun musuh dalam-dalam. Kadang suka dimanfaatin untuk nimbun berak kala tersesat di hutan.

Lupa : Putra Pohon
Ini putra alam ketujuh yang gue lupa siapa. Tau sendiri kan kapasitas memori gue.
Keahlian : -----------


Kami bertujuh suka berpetualang dan mencari jejak di sawah-sawah, kebun, hutan, pinggir kali dan tempat-tempat dimana musuh berkeliaran. Kami mandiri, makan sering mencari di luar. Jambu, pepaya, bengkoang, tebu, dan apa saja yang ada. Kami Putra alam. Jadi alam adalah ibu kami dan kami bebas mengambil hasil alam. Entah sebenernya beberapa orang menganggap "nyolong".

Oke,
Itulah sepenggal kisah mainan yang diciptakan oleh Bendil di masa kecil kami.

Waktu terus berjalan dan kami makin dewasa. Bendil masih suka memberi "mainan" buat saya. Bukan miniatur ultraman, maupun Tujuh Putra alam. Tapi dalam bentuk WANITA.

Tak jarang dia mengenalkan wanita temen istrinya ke gue. Karena dia tahu betul siapa gue. Gue enggak bisa menggaet cewek. Gue enggak pandai menarik hati wanita. Gue orangnya gagap kalau didepan cewek. So, Bendil prihatin ama gue dan dikenalkanlah dengan temen-temen istrinya.

...

Iis salah satunya.
Kami bertemu saat acara pernikahan Bendil. Karena saya yang paling akrab saat itu dengan Bendil, maka gue nemenin Bendil sehari penuh di acara ijab-kabulnya. Acara dilangsungkan dirumah Nuur, tempat mempelai wanita. Gue juga yang jadi potographer professional disana. Bermodalkan kamera digital yang baterainya ancur-ancuran. Sekali potret mati karena drop in baterei. Sebagai langkah alternatif, gue pakai handphone dengan kamera VGA. Keren toooh !!!

Disitulah gue bertemu Iis. Iis mengenakan gaun hijau. Membawa kado untuk Nuur, istri Bendil.

Pada pandangan pertama gue langsung suka sama dia. Imut....manis....pendek gak masalah lah. Itulah yang terbesit di fikiranku saat pertama bertemu dengan Iis.

Setelah acara Ijab-Kabul kelar, Bendil dan Nuur pun mengenalkan gue dengan Iis. Jabat tangan biasa secara formal. Tapi sebelumnya gue udah berkenalan dengan Iis lewat mata. Lewat tatapan gue yang seolah bertanya, "siapakah kau gadis manis bergaun hijau ??"

...

Disela para tamu yang ramai, gue mencoba ngobrol ama Iis. Tapi canggung banget. Iis juga seolah tidak banyak merespon. Dia cuma pasif dan pertanyaan gue yang panjangnya kek sungai nil, cuma dia jawab "iya" gt doank. Kayak sungai buntu.

Bendil dan Nuur tahu banget ke saya. Gue dan Iis pun diajak masuk rumah agar kami berkenalan lebih akrab dan tidak canggung seperti suasana diluar yang lebih mirip demo penolakan kenaikan BBM.

Dan benar saja..

Iis juga banyak ngoceh disitu.
Sekarang dia enggak lagi malu-malu seperti saat di luar dan banyak orang tadi. Asik juga ngobrol ma dia. Sampai aku lupa bahwa gue baru kenal dan baru sekali ini ketemu doi. Iis sepertinya juga merasakan hal yang sama.

Iis temen sekolah sekaligus tetangga Nuur.
Kami ngobrol dan sudah mulai berani saling menggoda. Kami didalam kamar Pengantin milik Nuur. Karena hanya tempat itu yang tidak dilalu-lalang oleh orang. Gue sebelumnya juga sudah akrab sama Nuur dan keluarganya. Jadi saya juga seperti di rumah sendiri. Apalagi ada Iis yang menemani saya disitu.

Kami di kamar pengantin berempat. Sesekali Bendil dan Nuur keluar untuk menyambut tamu. Dan banyak waktu yang gue dan Iis lewatkan berdua doang.

Karena kecapean, gue tiduran. Iis yang sebelumnya hanya duduk di kursi yang ada, gue panggil.

"Sini loh Is !! Cape duduk terus.. ntar nyampe rumah kecapean dan menyalahkan pihak pengantin lagi.."

"Enggak ah, mau pulang aja..." gitu timpalnya.

"Loh...Nur dan Bendil kan masih diluar. Pulang gitu aja enggak pamit loe ??!!"

Iis pun bertahan di kamar sama gue. Cuma berdua, mungkin dia enggak enak dengan suasana seperti itu. Tapi gue yakin sebenernya di dalam hati dia juga masih betah sama saya.

Gue pun berfikir keras agar tidak sampai kehabisan obrolan. Agar Iis tetep nyaman sama gue. Hp dia pun gue pinjem dan saya buat mainan. Handphone Iis sudah dalam kategori hape canggih, dan saya pun penasaran dengan fitur-fiturnya. Iis mulai berani mendekat dan tiduran di samping gue karena gue sengaja bertanya tentang fitur di handphone dia yang gue pegang. Kami pun tiduran bersama. Lama kelamaan Iis juga seperti sudah teman yang akrab bagi saya.

Sebagai laki-laki, gue merasa normal hari itu. Karena gue enggak gagap bicara dengan cewek. Mungkin juga suasana tempat yang mendukung. Pas banget, di kamar pengantin temen. Jadi ngerasa, gue sebagai pengantin juga hari itu. Dengan kamar yang dihias. Dan banyak kado bertumpukan. Yang punya kamar aja belum menikmati empuknya kamar dengan hiasan macam itu. Masih sibuk menerima tamu. Tapi gue sama Iis sudah lancang menidurinya duluan. Hohoho..

"Rambut kamu halus banget, Is...!!" Celotehku.

"Ah, biasa aja. Tapi makasih" jawabnya.

Lama-kelamaan gue berani mencuil hidungnya. Karena gue gemes dan enggak tahan pengen selalu menyentuhnya.

Iis hanya diam seolah menikmati apa yang aku lakukan. Sesekali dia menyingkirkan tanganku saat aku usil dengan wajahnya yang imut abis. Itu dilakukan agar dia terlihat sebagai wanita pada umumnya yang enggak mudah digoda oleh pria.

Sebagai laki-laki normal tanpa cacat mental, gue pengen melakukan hal lebih. Tapi otak kotorku masih bisa gue rem. Setan dalam hati masih bisa gue jaga agar hanya membelai Iis secara wajar.

Karena kami sama-sama nyaman dan enggak pengen cepat terpisah oleh waktu, kami pun semakin asik membincangkan obrolan yang nggak ada habisnya. Iis tiduran tepat di sampingku. Terkadang sesekali dia membenahkan badannya karena merasa belum terbiasa ada cowok tiduran disampingnya.

Candaan-candaan wajar tak jarang buat dia menampar dengan pelan wajah gue. Gue merasa makin akrab dengan dia.

Makin akrab dan makin dekat. Kami sama-sama sudah bener-bener menempelkan badan. Bendil dan Nuur mau masuk ke kamar. Tapi baru sampai di depan pintu dan membuka kelambu, mereka enggak jadi masuk karena melihat aku dan Iis sudah melekat mesra. Selayaknya seorang istri yang baru bertemu suaminya setelah merantau bertahun-tahun.

Karena saking nyamannya, ditambah kecapean karena ikut mengurusi kesuksesan acara perkawinan temen gue yang paling pendek tadi, aku pun terlelap. Dikamar pengantin yang bahkan belum dipakai untuk malam pertama oleh sang Pengantin baru. Aku dan Iis yang menjajal untuk tidur pertama kali. Hohoho.

...

Gue tersadar dari tidur gue yang pules. Kulihat Iis masih disampingku. Dia sepertinya masih pules. Kumainin rambut dan hidungnya lagi. Kebelai dengan hati-hati, agar dia tidak terbangun. Sesekali dia bergerak dan merasa ada yang menyentuh wajah dan rambutnya.

Aku lihat jam di hp, jam 5 sore. Dan kucari handphone Iis. Gue pencet keypadnya dan gue ketik nomer handphoneku. Gue panggil dan masuklah nomernya ke log panggilan gue.

Beberapa menit kemudian, Iis tersadar.

"Jam berapa nih ??!!" Tanya dia sambil menguap dan membenahkan rambutnya yang panjang dan berantakan.

"Jam 5, Is.."

Dia kembali memejamkan mata dan belum bener menggunakan otaknya seratus persen.

Selang beberapa detik, dia tiba-tiba terbangun dan langsung duduk.

"Haaah, jam 5...yang bener ??!!!" Teriaknya setelah jawabanku tadi sudah bener masuk ke saraf otaknya. Dia mengumpulkan nyawanya yang masih tercecer di pelukan gue. Mencari-cari hp untuk melihat jam.

"Nie handphone kamu, itu nomor aku !!" Jawabku sambil nunjukin log panggilan di hp dia.

"Oke...aku kudu cepet pulang nih... belum masak !!" Kata Iis sambil pamit ke gue.

"Masak ??!! Emak dimana ??!!" Tanyaku.

"Emak kerja dan aku yang masak saat sore.." jawabnya.

Tanpa banyak obrolan lagi, dia keluar kamar dengan membenahkan pakaian dan rambutnya. Bukan apa-apa, maklumlah cewek kalau bangun tidur acak-acakan gitu. Tapi gue seneng dan beruntung bisa melihat seorang cewek saat tidur maupun bangun tidur. Disaat itulah seorang wanita menunjukkan kecantikan alaminya tanpa dibuat-buat.

Gue sendiri di kamar. Tapi hati gue seneng banget. Enaknya kalau tidur ada yang nemenin. Walau enggak harus ML, tapi cukup bahagia ada seorang wanita yang mau tidur di samping gue.

Belum selesai lamunanku, Bendil dan Nur masuk ke kamar. Sepertinya mereka ketemu Iis. Gue jadi merasa berhutang budi sama mereka. Karena mereka, gue bisa kenal dan tidur dengan gadis imut walau belum punya hubungan pasti.


Gue pulang setelah cuci muka dan pamit ama kedua mempelai beserta keluarganya.

Gue merasa bahagia sore itu.
Di jalan, gue nyanyi dan bersiul sendiri. Kadang pas dijalan yang jelek, gue malah merasa seperti di tempat dugem dan bisa gue nikmatin. Kalau pas suasana hati enggak bahagia, gue paling ngeluh kalau lewat jalan yang banyak bongkahan batu tersebut.

...


Hari-hari selanjutnya gue hanya bisa sms-an ma Iis. Rumahnya sama rumahku lumayan jauh. Ada 15 km-an mungkin. Lagian, kalau enggak ada alasan ke rumah Nuur, gue belum berani main ke rumah Iis sendirian.

Karena tekad gue yang pengen dekat dengan Iis, hampir seminggu sekali gue main ke rumah Nuur. Pura-pura gue menjenguk Bendil atau nganterin baju Bendil yang masih tertinggal di rumah ortunya. Itulah satu-satunya alasan agar etis dimata keluarga Nuur saat gue pengen ketemu sama Iis.

Keseringan, dan bahkan Ortu Nuur bilang ke gue dengan nada bercanda..

"Udah...lamar aja Si Iis. Biar dia menikah juga kayak Nuur..!!"

"Wah, belum siap Bu Lik.."

Selalu begitu jawabku saat dihadapkan pada pertanyaan menyudutkan soal pernikahan.

Ya, gue emang belum punya angan-angan buat nikah. Mencukupi kebutuhan sendiri aja masih simpang siur, apalagi harus punya istri, anak dan kebutuhan-kebutuhan yang super penting... bisa syook dan masuk UGD gue.

Setelah berminggu-minggu hanya ketemuan di rumah Nuur, gue memberanikan diri buat ngajak Iis jalan. Itu juga karena gue dapet duit dari penyelewengan dana pembelian solar dari nyokap gue... hehehe, demi wanita, apapun bisa jadi.

"Emang mau kemana ??!!" Tanya Iis.

"Udah, pokoknya seru deh..!!" Keluar janji manis gue.

"Tapi ntar jam 3 an pulang loh ya, mbak aku lagi mau lahiran, ntar kalau ada apa-apa kan aku harus pulang !!" Pintanya.

"Oke...bisa diatur !!!" Jawabku sepele.

Motor gue pancal dan berhasil juga gue ngajak jalan sama doi. Enggak jauh-jauh amat sih jalannya. Maklumlah, di kampung enggak ada mall maupun taman hiburan yang mewah. Hanya tempat wisata biasa asal ada pohon rindang dan air mengalir, ya itu tempat wisatanya. Cukup modal bensin 3 liter dari rumah dan duit sisa pembelotan solar dari nyokap gue cukup untuk nraktir Iis siomay. Untung siomay nya enggak bau solar.

Okey,
Kita seneng lagi hari itu. Karena gue belum mau pulang dan belum pengen memulangkan Iis, gue sms Bendil. Dia lagi di rumah nyokapnya. Bukan di rumah bokapnya yang rumahnya deket ama gue, juga bukan rumah mertuanya, rumah Nuur.

Jadi ceritanya gini, si Bendil itu untuk selama ini tinggal ama bokapnya yang deket ama gue. Dan nyokapnya berpisah dari bokap dan menikah lagi. Tinggal di tempat baru dengan suami baru. Tapi hubungan antara ibu dan anak tetep baik-baik saja walaupun sudah tak ada hubungan dengan bokapnya.

Aku dan Iis pun mampir ke rumah nyokap Bendil. Disana suasana sangat sepi. Kulihat kanan kiri, tak banyak orang yang ada. Setelah gue tanyakan ke Bendil, emang gitu pas siang hari. Orang-orang pada kerja.

Tempat tinggal nyokap Bendil itu lebih mirip kontrakan satu pintu. Usut punya usut, ternyata mereka memang cuma kerja disana, pabrik penyelepan batu dan mereka disediain asrama tempat tinggal itu oleh sang pengelola.

"Hei...darimana aja ??!!" Tanya Nuur.

"Ah..main biasa. Ada air minum nggak ??!!" Sahutku.

"Tuh...tanyain ke yang punya nyokap disini..!!!" Jawab Nuur sambil nyengir nunjuk ke Bendil.

Nuur dan Bendil walau tergolong pasangan muda, aku sudah kagum sama mereka. Walau saling ejek saling hina, mereka enggak benar-benar serius dan hanya sebagai "bumbu" agar tidak bosen saat bersama. Terkadang, mereka bertengkar layaknya Ultraman dan Monster. Tapi tak satupun yang punya dendam. Setelah tenaga habis dan fikiran jernih, mereka akan baikan lagi kayak anak SD yang berantem berebut kapur tulis.

...

Di dalem asrama nyokap Bendil itu, gue buat kesalahan besar. Kesalahan yang bakal buat gue menyesal sama Iis. Kesalahan yang enggak akan dilupakan Iis ke gue. Yang bakal buat dia sama keluarganya menjauhin gue. Gue yang hanya nuruti ego sendiri tanpa mempedulikan Iis.

...

Karena kepanasan saat di jalan, dan Iis merasa capek banget gara-gara bonceng motor butut gue yang suaranya lebih mirip anak SD mainin kaleng-kaleng bekas secara massal, Iis pun tertidur di pangkuan gue.

Kali ini gue enggak bisa tidur begitu saja. Iis daritadi sebenernya gelisah entah apa sebabnya. Hanya saja dia pandai menyembunyikan gelisahnya. Wanita memang pinter kalau harus menyembunyikan sebuah hal. Saat tetidur juga masih kelihatan mimik wajahnya yang risau.

Krrrrkkk....

Krrrrkkk....

Krrrrkkk....

Handphone ku bergetar. Tidak ada nada  di handphone gue. Karena saat itu emang tren banget hp tanpa nada panggilan maupun sms. Hanya getar. Bukan tanpa alasan. Untuk anak sekolah, itu wajib dan mode "hanya getar" selalu ON agar terhindar dari hukuman guru saat pelajaran dalam kelas.

Untuk yang bukan siswa kayak gue, karena keseringan banget sms aja. Sehari rata-rata bisa berkirim pesan 200 kali. Kalau lagi naksir gebeten, bisa lebih. Nah, saat itu mode getar aktif agar tidak keseringan terdengar nada sms yang bakal bikin orang sekitar risih dan nodongin goloknya ke gue.


Iis enggak tahu gue ada sms dan calling berkali-kali dari Kakaknya dirumah.

IIS CEPET PULANG. PENTING.

Begitulah isi pesan dari Keluarga Iis. Gue cuekin dan berkali-kali rasanya hp ku bergetar lagi di dalam saku karena emang sengaja gue sakuin agar meredam getarnya.

Iis tertidur dalam gelisahnya, dan gue tersadar dengan resah gue yang melanda. Gue masih pengen menikmati hari ini dengan Iis. Disisi lain, Iis disuruh pulang sama keluarganya lewat handphone gue karena Iis memang sengaja tidak bawa hp kala itu. Dan egoku untuk tetep pengen bersama Iis, mengalahkan amanah dari keluarganya yang berhak atas hidup Iis. Yang memberi kehidupan dan mencukupi kebutuhan Iis sampai detik ini. Tapi itu semua aku acuhkan. Tololnya aku. Makhluk yang sedang dilanda cinta.

Terus kupandangi wajah Iis saat dia terlelap di pangkuanku. Tak akan kulewatkan sedetikpun untuk berpaling ke pemandangan lain. Hanya wajahnya yang ada di retina mataku. Biar aku simpan dalam memori yang pas-pas an di otakku.

Iis terbangun. Aku masih terdiam dengan kebimbanganku dengan perasaan bersalah.

Kulihat untuk kedua kalinya wajah imut alami Iis saat terbangun.

Tidak banyak yang aku inget setelah itu. Rasa bersalah untuk mengantarkan Iis pulang menghambat saraf sensorik dan motorik gue untuk menyimpan memori ke otak. Otak tolol gue.

Inget-inget, gue udah ada di gang rumah Iis. Mengantarkan dia pulang saat matahari sudah hampir benar-benar terjun untuk menyinari belahan bumi yang lain.

"Yaudah..aku kerumah dulu ya.. Makasih hari ini..!!" Pamit Iis ke gue.

"Iya..Makasih juga udah mau jalan sama aku. Hari-hari selanjutnya, aku bakal dipenuhi kangen ke kamu deh..!!" Tegasku.

Tanpa diminta, dia langsung mencium pipi gue. Dan karena gue punya feel bakal ada apa-apa diantara kita, aku pun mencium bibirnya dengan sepenuh hatiku seolah tak akan pernah bisa kulakukan lagi.

Dia hanya bisa pasrah. Tapi dia belum tahu kalau orang rumahan menunggu dia.

Aku pun cabut dan pulang.

...

Hari selanjutnya..
Iis enggak pernah bales sms ku.

Aku coba lagi lain waktu dihari yang sama.
Enggak ada respon.

Gue bersabar sampai hari selanjutnya. Gue sms dan coba call, enggak ada jawaban.

Gue menenangkan diri gue. Mencoba berfikir positif dan gue yakin Iis bakal bisa balik lagi ke gue.

Seminggu, dua minggu, masih tetep nihil mendapatkan kabar dari Iis.

Gue datang ke rumah Nuur. Gue minta tolong ke Nuur untuk melihat keadaan Iis.

"Iis baik-baik saja.." kata Nuur setelah balik dari rumah Iis.

"Terus, kenapa dia nggak mau bales sms...angkat telfon maupun nemuin aku disini ???!!!!" Tanyaku menggebu.

"Inget saat kamu ngajak dia main keluar dan kamu pulangnya sore hari itu ??!!" Nuur balik tanya ke gue.

"Enggak mungkin gue lupa..." jawabku.

"Tahu nggak, Kakaknya saat itu lahiran dan dibawa ke RSU untuk persalinan. Dan keluarganya udah hubungin kamu agar Iis cepet pulang. Tapi enggak ada jawaban dari kamu... ??!!!" Nuur pun menjelaskan.

"Ehmm....yyyyyaa....."

"Kamu sengaja kan....???!!" Bentak Nuur lagi sebelum gue bisa mencari alesan.

Gue hanya bisa diem dan menjambak rambut menghadap ke tanah.

"Kamu nggak baik buat Iis. Kamu tega begitu ke Iis. Keluarganya sekarang juga udah ngelarang Iis buat hubungan sama elo lagi!!!!" Tegas Nuur lagi.

Gue malah tambah bersalah sama Iis. Gue enggak nyangka bakal sampai dilarang keluarganya gini. Gue kira waktu itu bukan masalah besar dan akan baik-baik saja.

"Yaudah....gue emang salah. Tapi tolong anterin aku ke rumah dia..!!!" Pintaku ke Nuur.

Aku dan Nuur pun ke rumah dia. Tapi pintu rumahnya terkunci.

Gue hanya bisa nunggu di luar gang.
Nunggu di pinggir jalan.
Nunggu hanya untuk sebuah pengakuan.
Nunggu agar semua orang menganggap hal yang kulakukan bisa dimaafkan.

"Udah yuk, pulang aja..." ajak Nuur.

"Enggak, kamu pulang dulu. Aku mau nunggu disini dulu..!!"

"Yaudah, aku pulang dulu..!!!" Kata Nuur sambil pergi. Enggak etis juga di pinggir jalan enggak jelas.

Apalagi buat gue, itu di kampung orang. Pasti orang mengira gue pengutil cucian atau pencuri perawan. Tapi gue enggak peduli.

...

Adzan magrib berkumandang. Bukannya datang ke mushola, gue masih tertahan di pinggir jalan. Duduk kadang tiduran di pagar beton milik seseorang yang gue enggak perlu tahu namanya. Yang gue tahu, gue harus ketemu Iis.

Tapi Iis enggak pernah nongol. Aku sebenarnya sudah mengerti bahwa dia juga enggak bakal mau bertemu dengan gue. Gue hanya menunggu keajaiban seperti di kisah drama. Yang semua bisa dimenangkan oleh cinta. Tapi kenyataanya, semuanya hanya ada dalam kisah drama dan telenovela. Drama hanya drama. Telenovela hanya telenovela.

Sampai isya tak pernah aku dapatkan wajah imut yang masih tergambar jelas di retinaku. Iis telah hilang. Tapi gue belum sepenuhnya percaya. Gue masih percaya suatu saat Iis bakal kembali lagi di pandangan mataku yang rindu akan hadirnya. Rindu akan rambutnya..hidungnya..dan semua yang ada padanya. Seperti anak kecil yang merindu datangnya sang Ibu kala malam tiba. Seperti katak-katak yang berontak mengidamkan hujan.

Malam makin larut dan gue menyerah pulang. Tapi gue belum menyerah untuk hari-hari selanjutnya. Gue masih berusaha menghubungi Iis. Tetep nihil. Sesekali gue juga main ke rumah Nuur agar ingatanku pada Iis enggak luntur. Gue masih pengen memori indah saat bersamanya masih terasa manis di ingatanku.

Rasa hanyalah rasa saat perjuangan kita yang keras tidak dibarengi oleh pihak kedua.

Lama kelamaan keinginan untuk bersama Iis lagi mulai menipis. Gue dengan mudah mencintai Iis, saat dari pandangan pertama. Dan klimaksnya saya capai dengan singkat. Jadi melupakannya juga tidak terlalu butuh waktu lama. Hanya hitungan setengah tahunan.

Tapi setengah tahun itu terasa lama. Terasa menyiksa.

"Kehidupan harus terus berjalan walau dalam keadaan apapun"

Itulah yang aku percaya.

...









Comments